PLN Gambir Mengecewakan
Kami pelanggan PLN dengan daya 2.200 KWH di daerah Tanah Abang I. Sebagaimana diketahui daya 2.200 KWH termasuk dalam gelombang I pada tahap pembayaran, dengan batasan pembayaran tanggal 10 setiap bulannya.
Karena kondisi keuangan yang terbatas, maka dalam beberapa bulan terakhir kami terlambat membayarkan tagihan rekening PLN. Kami baru bisa bayar beberapa hari setelah tanggal jatuh tempo (tanggal 10) dalam bulan tersebut. Namun, selama itu tidak terjadi penyegelan atau bahkan pemutusan oleh pihak PLN.
Keanehan terjadi pada Desember 2007. Karena alasan yang sama pada keuangan maka sampai 10 Desember kami juga belum bisa membayar tagihan PLN. Tanggal 11 Desember 2007, sehari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, seorang petugas PLN datang ke rumah kami dan memberitahukan bahwa listrik di tempat kami untuk sementara akan diputus. Setelah berkompromi akhirnya listrik tidak jadi diputuskan dengan catatan bahwa kami harus segera membayar tagihan tersebut.
Sabtu, 15 Desember yang lalu, rumah kami ditingal kosong hingga siang hari. Ketika kembali, kami mendapati listrik di rumah kami telah dipadamkan dengan mencopot MCB pada meteran tersebut.
Kami pun berusaha mengubungi call centre PLN untuk mengadu serta menanyakan perihal pemutusan tersebut, justru kami medapat jawaban yang mengecewakan. Setelah berusaha akhirnya kami mendapatkan No HP salah seorang pegawai PLN Gambir. Akhirnya kami menghubungi dia dan jawaban cukup meyakinkan diberikan kepada kami. Dia menyarankan agar kami mendatangi saja kantor PLN tersebut dan meminta untuk disambungkan kembali.
Kami pun mendatangi PLN Gambir bagian pelayanan 24 jam dan menyampaikan segala permasalahan yang kami hadapi. Salah seorang petugas menerima kami dan terjadilah perdebatan yang cukup panjang mengenai pemutusan tersebut. Petugas PLN tersebut mengatakan bahwa itu bukan bagiannya, pemutusan harus berhubungan dengan bagian Tusbung (Pemutusan Sambungan). Sementara jam kantor sudah tutup karena Sabtu, maka kami terus ngotot pada petugas tersebut.
Akhirnya petugas PLN tersebut mengatakan bahwa mereka bisa menghidupkan listrik di tempat kami asalkan menitipkan uang tunggakan pada mereka untuk menjadi jaminan agar hari Senin kami harus membayarnya. Kami langsung membayar lunas tagihan dengan bukti kwitansi sederhana. Listrik di tempat kami pun dinyalakan pada malam tersebut secara sederhana tanpa MCB.
Hari Senin, 17 Desember kami kembali mendatangi PLN untuk menyelesaikan seluruh administrasi dan permasalahan tersebut. PLN menyuruh kami membayar tambahan untuk biaya pemasangan kembali MCB yang telah dicopot. Setelah membayar petugas PLN kembali memasang MCB tersebut.
Yang menjadi pertanyaan kami adalah apakah benar ada peraturan tertulis yang mengatakan bahwa apabila pelanggan tidak membayarkan tagihan pada jatuh tempo tanggal pembayaran maka sehari setelah itu listrik langsung dipadamkan tanpa mengenal, apakah hari kerja (Senin-Jumat) ataukah hari libur? Serumit inikah sistem kerja pada PLN sehingga antara satu bidang dengan bidang yang lainnya tidak terjalin komunikasi yang baik?
Perlu diketahui oleh PLN bahwa selama ini konsumen sering dikecewakan oleh pelayanan mereka yang tidak memuasakan, pemadaman listrik yang sering terjadi menghambat pekerjaan dan menyebabkan kerusakan pada alat-alat elektronik.
Pius Klobor
Jl Tanah Abang I No 25B Jakarta
Surat Pembaca; Suara Pembaruan, 30 April 2008
Jl Tanah Abang I No 25B Jakarta
Surat Pembaca; Suara Pembaruan, 30 April 2008
Pemilu di Hari Minggu
Partisipasi pemilih dalam ajang pesta demokrasi Pemilu 2009 dikhawatirkan akan berkurang. Pasalnya, jadwal pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD jatuh pada hari Minggu, 5 April 2009, sehingga kemungkinan antusias pemilih terutama kalangan umat Kristiani akan berkurang. Pemilu, 5 April 2009 bertepatan dengan perayaan Minggu Palma, yakni pembukaan pekan suci dalam rangka perayaan Paskah.
Seharusnya KPU lebih cermat menentukan jadwal pesta demokrasi ini. Hari Minggu adalah hari yang sakral bagi umat Kristiani, apalagi bertepatan dengan Minggu Palma, sehingga apabila pemilu tetap dilakukan hari Minggu, maka dapat dikatakan KPU telah membatasi dan melanggar hak asasi pemilih terutama umat Kristiani untuk memberikan hak politiknya. Oleh karena itu KPU harus sesegera mungkin mengubah hari pemungutan suara tersebut ke hari kerja agar semua warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat memberikan suaranya.
Pius L Klobor
Jl Tanah Abang I 25/B, Jakarta Pusat
Jl Tanah Abang I 25/B, Jakarta Pusat