Flobamorata
Christian Rotok: Cukup Sudah Penghinaan Ini
Pranda: Saya makan nasi, bukan makan uang
Jumat, 5 Maret 2010 | 19:23 WITA
RUTENG, POS KUPANG. com --Saya sudah bekerja maksimal untuk kemajuan daerah ini. Korupsi atau tidak, saya juga yang lebih tahu. Cukup sudah penghinaan ini. Kalau pun saya terbukti bersalah, saya siap diperiksa. Sebab, semua orang sama di hadapan hukum. Umumnya kita cenderung mengadili terlebih dahulu sebelum proses hukum itu berlangsung.
Hal itu disampaikan Bupati Manggarai, Drs, Christian Rotok, saat ditemui Pos Kupang di ruang rapat Nuca Lale, Kantor Bupati Manggarai, Kamis (4/3/2010). Dia ditemui untuk dimintai tanggapannya terkait aksi demo di Jakarta beberapa hari lalu yang menuding dirinya melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Menurut Rotok, masyarakat Manggarai cukup cerdas dan cermat melihat proses dan dinamika pembangunan yang berlangsung selama ini. Selaku pucuk pimpinan, demikian Rotok, implementasi pembangunan selalu sesuai anggaran yang dibahas bersama. Porsi pembangunan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang disinkronkan dengan kondisi keuangan daerah.
Dikatakannya, pembangunan daerah dijalankan secara bertanggung jawab dan bermartabat. Karena itu, tegas Rotok, sangat disayangkan kepada pihak-pihak tertentu yang memandang negatif terhadap kegiatan pemerintah dan menuding dirinya telah melakukan KKN.
"Saya tahu apa yang sudah saya buat untuk daerah ini. Manajeman pengelolaan yang kita terapkan terbuka, transparan dan akuntabel. Namun, apabila terbukti adanya penyimpangan atau korupsi, saya siap bertanggung jawab," tandas Rotok.
Dia mengaku tidak merasa terganggu dengan tudingan telah melakukan KKN dan aksi demo yang dilakukan warga asal NTT di Jakarta, awal pekan ini. Sebab, lanjutnya, apa yang disampaikan itu tidak memiliki data yang memadai. Bahkan, kata Rotok, apa yang diwacanakan dalam aksi itu hanya membangun opini publik untuk meruncing situasi daerah menjadi tidak kondusif.
Ditanya apakah aksi demo yang dilakukan oknum tertentu dalam rangka membunuh karakter Credo berkaitan dengan pemilu kada yang akan berlangsung 3 Juni 2010? Rotok enggan memberi jawaban.
Rotok enggan berkomentar karena ia beranggapan bahwa ruang demokrasi di negara ini terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan aspirasi. Hanya saja, Rotok menyayangkan jika aspirasi tersebut hanya mau menciptakan kondisi daerah supaya tidak kondusif.
Karena itu, Rotok mengajak seluruh masyarakat Manggarai jangan terpancing isu-isu murahan yang dimainkan oknum tertentu itu. Sebab, isu itu cenderung provokasi. Masyarakat diharapkan tetap tenang sambil menjaga kondisi kondusif di daerah ini.
"Saya harap kita ciptakan demokrasi dan pendidikan politik kepada masyarakat secara cerdas, rasional dan bermartabat. Kita bermain fair dan menjunjung tinggi napas demokrasi itu," katanya.
Pranda Bantah
Bupati Manggarai Barat (Mabar), Drs. Wilfridus Fidelis Pranda, membantah dirinya terlibat korupsi berbagai tender proyek di wilayah itu. Pranda juga menegaskan bahwa kewenagan mengenai urusan keuangan bukan pada dirinnya sebagai bupati, melainkan urusan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
"Saya ini makan nasi, bukan makan uang. Bupati urus rakyat, sedangkan yang urus keuangan ada pada SKPD," tandas Fidelis Pranda, menjawab pertanyaan wartawan mengenai dugaan korupsi yang dituduhkan padanya.
Fidelis Pranda dikonfirmasi Pos Kupang di ruang kerjanya, Rabu (3/3/2010), terkait aksi demo Formadda, JPIC, Florete, Ampera, dan Walhi di Jakarta, awal minggu ini.
Pranda mengatakan, demonstrasi itu hal yang wajar dalam berdemokrasi. Namun dalam menyampaikan aspirasi harus berdasarkan fakta. Jika tidak ada faktat, berarti para demonstran melakukan fitnah terhadap dirinya.
Karena itu, Pranda menilai tuduhan penyimpangan penggunaan keuangan terhadap dirinya merupakan hal yang tidak beralasan. Hal ini karena selama menjalankan tugas sebagai Bupati Mabar, ia tidak pernah melakukan penyimpangan atau korupsi dalam penggunaan keuangan daerah seperti yang disampaikan dalam aksi demo tersebut.
Dikatakannya, urusan keuangan mendapat pemeriksaaan dari Banwas, BPK, dan BPKP. Namun hingga saat ini belum pernah ditemukan pelanggaran penyalagunaan keuangan.
Menurut Pranda, aksi demonstrasi tersebut ditunggangi kepentingan politik.
Pasalnya, Mabar saat ini masuk suasana pemilihan kepala daerah. Karena itu, kata Pranda, tidak heran kalau banyak tuduhan yang tidak beralasan mulai muncul.
Pranda menegaskan, ia tidak pernah ikut campur dalam urusan proyek- proyek apapun karena ada SKPD yang mengatur hal itu. Karena itu, ia sangat menyesal demonstrasi yang sengaja memojokkan dirinya sebagai bupati.
Sebelumnya diberitakan (Pos Kupang, 2/3/2010), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera menangkap dan memeriksa Bupati Manggarai Barat, Fidelis Pranda, Bupati Manggarai, Chris Rotok dan Bupati Lembata, Ande Manuk, karena diduga terkait beberapa kasus korupsi.
Desakan tersebut disampaikan puluhan warga NTT yang menggelar aksi demo di gedung KPK Jakarta, Senin (1/3/2010). Puluhan warga NTT itu tergabung dalam Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda), Franciscan Office for Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) OFM Indonesia, Forum dan Pemuda Flores-Jakarta (Florete) dan Aliansi Peduli Rakyat (Ampera) NTT, serta Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Massa juga mengarak keranda mayat sebagai simbol matinya penegakan hukum di NTT.
Bupati Rotok, beber mereka, didiuga menyelewengkan dana bantuan bencana tahun 2007 senilai Rp 65 miliar, penyalahgunaan rapel uang makan pegawai dan guru tahun 2007 senilai Rp 20 miliar; dana reboisasi Rp 38 miliar, kolusi antara bupati dan 58 kontraktor berbagai proyek yang asal jadi dengan kerugian miliaran rupiah. Dugaan lainnya, penyelewengan dana pemerintah pusat untuk proyek pengerukan dan pembangunan tanggul Wae Pesi tahun 2007 senilai Rp 7,3 miliar.
Bupati Pranda diduga telah menjual aset milik daerah berupa pohon jati senilai Rp 85, 4 juta, juga diduga mengorup dana pengadaan mobil dinas senilai Rp 4,1 miliar melalui penujukan langsung. Pranda juga dinilai tersangkta kasus belanja komputer yang tidak wajar senilai Rp 788,3 juta dengan beban perawatan Rp 148,5 juta, penguapan dana APBD 2004 senilai Rp 4,9 miliar.
Selain itu, ada temuan Banwas NTT mengenai penyimpangan dana Rp 10 miliar, kasus gratifikasi perjalanan bupati dan keluarganya ke Cina tahun 2008, serta membisniskan izin kuasa pertambangan pertambangan. (lyn/cc)
Senin, 08 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar