Rabu, 20 Januari 2010

Roman Sumantri- “Time is Life”








Sepulang Gereja dihari Minggu, Roman kecil diajak ayahnya jalan-jalan ke daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat untuk refreshing maupun tujuan tertentu. Siklus ini telah menjadi rutinitas bagi Roman kecil dan ayahnya dihampir setiap hari libur. Namun, semua ini terasa hambar bagi Roman kecil. “Tak ada artinya, bila hanya datang dan pergi. “Suatu saat, gunung, bukit dan perkampungan yang terlihat dari kejauhan harus saya singgahi,” tutur Roman mengawali perbincangan dengan tim The Billionaire Magazine, sore itu di kantornya, bilangan Senen Jakarta Pusat.


Seperti kebanyakan anak-anak, pria bernama lengkap Roman Sumantri pun mulai meyukai sepeda sejak kecil. Namun itu hanya sebatas kesenangan semata. Belum terlintas dalam benaknya, kelak dia akan menjelajahi Indonesia dengan sepeda kesayangannya.
Niat untuk berkeliling menggunakan sepeda berawal diakhir tahun 2002 disaat dia baru menyelesaikan studinya. Saat itu Roman diajak oleh saudaranya ke sebuah toko sepeda. Di tokoh ini mereka berhasil membeli sebuah sepeda gunung untuknya.

Beberapa hari pertama, sepeda ini hanya diam dekat dinding di samping rumahnya. Pria kelahiran Jakarta, 12 Agustus 1976 ini tak pernah menyangka, kini dia telah memiliki sebuah sepeda. “Setiap hari saya hanya menatap kosong sepeda ini. Apa yang akan saya lakukan?,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta ini.

Akhirnya iapun memutuskan untuk mencobanya. Awalnya ia mendayung beberapa km di sekitar rumahnya. Kebiasaan ini dilakukan hampir setiap hari. Semakin lama, jarak yang ditempuhnya pun semakin jauh. “Pernah saya mendayung hingga 5 km. seluruh tubuh saya terasa sakit. Rupanya 5 km terlalu banyak bagi saya. Perlu waktu seminggu untuk sembuh,” jelasnya.

Siklus 5 km ini diulang Roman minggu berikutnya. Semuanya berjalan lancar. Fisiknya sudah bisa beradaptasi dengan aktivitasnya ini. Ia mengaku, tubuhnya terasa segar ketika siklus 5 km ini dilakukan setiap hari.

Roman sadar, hobinya ini harus terus diasah dan dikembangkan. Tahun 2003 ia mulai melakukan perjalanan pendek di sekitar Jakarta dengan beberapa komunitas sepeda. Ternyata, ia sangat menyukai tantangan ini.

Roman mengatakan, tahun 2003 adalah awal ia mulai melakukan perjalan pajang dengan sepeda kesayangannya. Dari dalam kota Jakarta hingga luar kota. Jakarta-Bogor-Jakarta adalah rute luar kota pertama yang ditempuhnya. Selain itu, kota Sukabumi pun ditempuhnya. Tak tanggung-tanggung dua sampai tiga hari dilalaui dengan kondisi jalan off road.

“Banyak teman-teman yang mengeluh dengan kondisi jalan dan cuaca. Tapi bagi saya, ini adalah bagian dari turing sepeda,” katanya mengenag perjalanannya ke Sukabumi.
Karena keinginannya begitu kuat maka, ia pun memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri. Hingga kini, 6 tahun menekuni hobinya tersebut, Roman telah menempuh jarak 100.000 km.

“Saya sangat menikmati setiap perjalanan saya. Setiap genjotan (dayungan) adalah kenikmatan yang tak tertandingi. Segera akan saya rencanakan untuk jarak yang lebih jauh,” akuhnya yang telah memiliki 7 sepeda ini.

Berani ‘Telanjang’ di Kampung Orang

Jika sebagian orang masih menganut prinsip time is money, beda dengan Roman. Dalam hidupnya, ia berpegang teguh pada prinsip Time is Live. Hal ini berkaitan dengan niatnya untuk mengelilingi dunia dengan sepeda kesayangannya.
Roman mengatakan, bersepeda baginya bukan hanya sekadar hobi. Banyak hal menarik dan berharga didapatnya. “Banyak pelajaran berharga yang saya dapat dengan melakukan turing. Di sana, saya bisa belajar mengenai adat dan kebiasaan setiap daerah,” tegasnya.

Meski telah terikat dengan dunia kerja, turing tetap ia lakukan. “Setiap ada liburan, sudah pasti saya genjot ke luar kota,” tutur pria yang juga gemar mengkoleksi tanaman hias ini.

Di tahun 2004 saja dia berhasil menembus jarak ribuan kilometer hingga daerah Jawa Tengah. Rute yang ditempuhnya saat itu adalah Jakarta-Jawa Barat-Jawa Tengah-Jawa Barat-Jakarta. Ini adalah rute terpanjang ditahun itu.

Bertepatan dengan cuti Lebaran 2005, Roman kembali menggenjot sepedanya ke Jawa Tengah. Kali ini, kampung halaman ibunya, Solo menjadi tujuan utama pria berusia 33 tahun ini. Selain itu kota Bantul dan Yogyakarta pun disinggahinya. “Kebetulan saya termasuk yang berperingkat di kantor sehingga masa liburan saya selalu ditambah satu minggu,” kata Roman mengisahkan perjalanannya yang selalu terhimpit waktu.
Tahun 2006, Jawa Tengah kembali menjadi daerah tujuan turing Roman. Namun, ditahun 2007, ia memutuskan untuk menambah rute perjalannya. Kali ini, Bali menjadi kota tujuannya.

Terakhir tahun 2008, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah sasaran tembangknya. Ia melakukan turing selama tiga bulan lebih atau tepatnya 112 hari, dimulai dari rumahnya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, sampai ke propinsi NTT.

Roman mengatakan, selama satu tahun dia bisa melakukan tiga kali trip. Namun, trip-trip besar hanya satu kali. “Artinya, dulu 1000 km adalah trip besar saya. Tahun berikutnya 2000 km. Tahun lalu, 7500 km, dan kedepannya mungkin 15.000 km,” jelasnya seraya menunjukkan dokumen-dokumen perjalanannya ke NTT.

Kultur dan kebiasaan setiap daerah pasti berbeda-beda. Terkadang masyarakat setempat langsung menaruh curiga terhadap orang-orang asing yang memasuki daerahnya. Lantas apa yang menjadi kunci sukses lelaki yang berkeinginan menaklukan gunung Jayawijaya ini? Dengan lantang, Roman mengatakan, selain melapor diri ke kepolisian atau kepala desa setempat, hal utama yang harus dilakukannya adalah ‘menelenjangi’ dirinya.

“Saya harus bisa menelanjangi diri saya sendiri. Hal ini saya lakukan agar bisa masuk dan beradaptasi dengan masyarakat setempat,” Roman menjelaskan dengan penuh ekspresi.
Ternyata ampuh memang. Bagaikan tamu besar, Ia selalu mendapatkan pelayanan baik dari masyarakat setempat di hampur semua tempat yang ia singgahi.

Lamalera is The Best
Meski telah mencapai posisi yang sangat menjanjikan di sebuah perusahaan besar, Roman tetap memutuskan untuk resign. Hal ini semata dilakukannya untuk menunaikan rencana besarnya. “Saya diberikan fasilitas yang serba berkecukupan, tetapi saya tidak merasa nyaman di dalam zona itu. Saya harus ke luar dari zona ini. Karena yang saya cari bukan uang melainkan arti kehidupan yang sesungguhnya, Time is live,” jelas anak ketiga dari lima bersaudara ini.

Berbekal tas punggung dan bagasi yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan dan bahan makanan, Roman memulai perjalanannya. Hari itu, 12 Agustus 2008 atau bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 32.

Roman pun mulai mengayuh read mom (sepeda kesayangannya) menuju popinsi NTT. Mengapa NTT? Roman mengatakan, NTT adalah daerah yang unik. Selain karena di sana banyak suku dengan adat yang berbeda, juga terdapat tempat-tempat yang indah.

Hampir semua daerah di NTT disinggahi Roman. Dari pulau Timor, Rote, Flores, Adonara, Lembata hingga Alor. Dari panorama alam Manggarai hingga indahnya danau Tri Warna, kelimutu. Dari Larantuka, kota yang terkenal dengan tradisi greja kunonya hingga Lamalera, desa yang terkenal dengan tradisi penangkapan ikan pausnya.

“NTT masih perawan. Tempatnya indah dengan bentangan laut dan ratusan pulau yang mengitarinya. Masyarakatnya pun sangat ramah dan mau berbagi. Sungguh unik NTT ini!” kenangnya.

Roman merasa sangat terkesan dengan keindahan alam dan panorama serta keramahan masyarakat NTT. Namun, yang membuatnya paling terkesan adalah Lamalera. Menurutnya, Lamalera adalah desa terunik yang pernah ia temui. Mengapa demikian?

Di Lamalera, ia banyak belajar mengenai keuletan dan kegigihan masyarakat dalam mempertahankan hidupnya. Selain itu, tradisi pengangkapan ikan paus juga menjadi atraksi yang sangat dikaguminya. “Setiap orang asing lokal yang datang ke sini, pasti diterimah dengan baik, karena mereka dianggap sebagai Urat Tuhan,” Roman menceritakan keramahan masyarakat Lamalera.

“Saya sering dimintai tolong oleh masyarakat setempat untuk medokumentasikan acarnya. Mulai dari sambut baru hingga urusan adat,” lanjutnya.

Di NTT, Roman menghabiskan waktunya sekitar tiga bulan. Tepat, 1 Desember 2008, ia tiba kembali di rumahnya, Pasar Minggu, Jakarta. Namun ini bukan akhir dari perjalanannya. Ia telah menargetkan, tahun 2010 nanti, Sulawesi hingga ujung timur Indonesia akan dikunjungi bersama red mom kesayangannya.

Alpen, Target Berikutnya
Pegunungan Alpen adalah target berikut Roman. Untuk mencapai mimpinya tersebut, ia memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis MLM Biomagworld (BMW). Bersama groupnya Life Extra, sejak tahun 2007 ia mulai membangun jaringan.

Hingga sekarang, jaringannya telah menyebar ke penjuru negeri. Rupanya, beberapa orang yang masuk dalam jaringannya adalah mereka yang ditemui ketika melakukan perjalanan turing, seperti Lombok dan NTT.

Penghasilannya pun mulai meningkat. “Apabila BMW seri 7 sudah saya dapatkan, maka pegunungan Alpen akan saya daki bersama sepeda kesayangan saya,” jelas Roman. mengakhiri wawancara disore itu.

Pius Klobor

Tidak ada komentar: